2.6 Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Berdasarkan hasil analisis lapangan dengan menggunakan
indikator output kebijakan dan outcomes kebijakan, kesimpulan menunjukkan bahwa
implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah belum memberikan hasil
sebagaimana yang diharapkan, dengan kata lain kinerja kebijakan masih relatif
rendah.
Berdasarkan kajian teori (konsep) dari para ahli kebijakan
dan ahli otonomi daerah sebagaimana telah dikemukakan di atas, serta hasil
analisis di lapangan, telah diidentifikasi bahwa ada empat variabel yang dapat
menjelaskan bahwa kinerja implementasi desentralisasi dan otonomi daerah di
Kabupaten/Kota, yaitu aspek manajerial, aspek SDM organisasi, aspek budaya
birokrasi, dan etika pelayanan publik.
1.
Aspek Manajerial Keampuan
kepemimpinan Bupati/Kepala Daerah Bupati selaku top manajer di Daerah memegang
peranan penting akan keberhasilan implementasi kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah. Mengingat kebijakan desentralisasi dan otonomi
daerah masih merupakan suatu yang baru bagi
pemerintah daerah
2.
serta memiliki tujuan yang begitu
luas dan kompleks, jelas memerlukan suatu kemampuan seorang Bupati dalam
memanage agar tujuan kebijakan yang
begitu luas dan komleks bisa dipahami oleh semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders). Dalam manajemen modern, setiap organisasi harus memiliki visi
dan misi yang jelas, sebagai acuan bagi semua komponen dalam melaksanakan
aktivitasnya. Visi organisasi tersebut sedapat mungkin disosialisasikan kepada
karyawan, menjadi visi bersama yang harus diperjuangkan
(Ordway Tead, 1954).
3.
Aspek SDM Organisasi
Ketersediaan
Sumber daya Manusia (SDM) organisasi (dinas daerah) sangat penting dalam
implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah. SDM dimaksud antara
lain mencakup karyawan yang harus mempunyai keahlian dan kemampuan melaksanakan
tugas, perintah, dan anjuran atasan (pimpinan). Di samping itu, harus ada
ketepatan dan kelayakan antara jumlah karyawan yang dibutuhkan dan keahlian
yang dimiliki sesuai dengan bidang tugas yang akan dikerjakan (Salusu, 1988:
493).
4.
Aspek Budaya Birokrasi Secara
nasional birokrasi pemerintah yang ada di Indonesia memiliki ciri-ciri yang
hampir sama, di mana unsur paternalisme amat kental dalam pola hubungan yang
bersifat internal organisasi maupun pada tataran eksternal organisasi. Hubungan
antara bawahan dan pimpinan berada pada posisi di mana bawahan cenderung
berusaha melayani dan memuaskan atasan. Kondisi ini secara otomatis akan
mengurangi kualitas layanan yang diberikan birokrasi kepada masyarakat sebagai
pengguna jasa.
5.
Aspek Politik Lokal Perpanjangan
proses politik pemerintah pusat yang berupaya menyeragamkan semua institusi
birokrasi pemerintah, baik dari segi struktur maupun fungsinya telah
menyebabkan kemacetan proses penyelesaian masalah yang telah berlaku secara
turun-temurun pada masyarakat melalui pola musyawarah mufakat yang merupakan
bentuk penerapan demokrasi lokal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar