Senin, 20 Juni 2016

BAB III PENUTUP


BAB III
PENUTUP

      3.1 Kesimpulan
Sebenarnya “otonomi daerah” bukanlah suatu hal yang baru karena
semenjak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia , konsep
otonomi daerah sudah digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan di
daerah. Bahkan pada masa pemerintahan kolonial Belanda, prinsip-prinsip
otonomi sebagian sudah diterapkan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
            Kota dan desa merupakan bagian dari fenomena bumi yang mempunyai banyak perbedaan dan banyak diantaranya bertolak belakang. Perbedaan ini bisa di kategorikan dalam dua bagian yaitu perbedaan secara  fisik dan perbedaan secara sosial. Perbedaan-perbedaan tersebut      diantaranya yaitu:
a.       Morfologi
b.      Jumlah dan kepadatan penduduk
c.       Lingkungan hidup;
d.      Mata pencaharian;
e.       Corak kehidupan social
f.       Stratifikasi sosial;
g.      Mobilitas sosial;
h.      Pola interaksi sosial;
i.        Solidaritas sosial; dan
j.        Kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional.
Dari tentang analisis kebijakan tentang implementasi
desentralisasi dan otonomi daerah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota,
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1.      Implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah dapat dilihat dari dua aspek, yaitu: aspek output dan aspek outcomes kebijakan. Kedua aspek tersebut memiliki ukuran atau indikator yang berbeda dalam penilaian keberhasilan.
2.      Output kebijakan desentralisasi dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain: a. Peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat b. Peningkatan kualitas pelayanan public c. Fleksibilitas program pembangunan.
3.      Outcomes kebijakan desentralisasi dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain:
a)      Peningkatan partisipasi masyarakat, dan
b)      Efektivitas pelaksanaan koordinasi.
4.      Faktor-faktor yang mempengaruhi proses implementasi kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di Kabupaten/Kota:
a)      Aspek manajerial
b)      Aspek SDM Organisasi
c)      Aspek budaya birokrasi
d)     Aspek politik lokal.
5.      Dilihat dari aspek output kebijakan, maka implementasi kebijakan desentralisasi dapat dikatakan relatif berhasil. Namun dilihat dari aspek outcomes kebijakan, ternyata banyaknya urusan yang telah diterima (desentralisasi) oleh Kabupaten/Kota justru menjadi beban berat bagi daerah. Harapan kebijaksanaan seperti memacu pertumbuhan ekonomi masyarakat berbagai program pembangunan (proyek), pelaksanaannya belum efektif.
            Berdasarkan wacana diatas dapat dipahami dengan adanya otonomi daerah, maka setiap daerah akan diberi kebebasan dalam menyusun program dan mengajukannya kepada pemerintahan pusat. Hal ini sangat akan berdampak positif dan bisa memajukan daerah tersebut apabila Orang/badan yang menyusun memiliki kemampuan yang baik dalam merencanan suatu program serta memiliki analisis mengenai hal-hal apa saja yang akan terjadi dikemudia hari. Tetapi sebaliknya akan berdamapak kurang baik apabila orang /badan yang menyusun program tersebut kurang memahami atau kurang mengetahui mengenai bagaimana cara menyusus perencanaan yang baik serta analisis dampak yang akan terjadi.

1.2  Saran
Tidak semua daerah memiliki kemampuan dan potensi yang sama dalam melaksanakan kebijakan otonomi daerah dan dalam menghadapi persaingan bebas. Adalah tugas pemerintah pusat untuk membantu mengembangkan daerah-daerah yang belum mampu “berdiri sendiri”. Dengan begitu, diharapkan globalisasi akan memberikan dampak baik yang lebih merata dari terjadinya expansion and dispersion of wealth, bukannya concentration of wealth.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar